Cah dolan dha mrenea,
Yo ayo padha kumpul, kumpul ........
kumpul.
Lirik lagu di atas sering kita
nyanyikan untuk mengajak anak-anak berkumpul bersama, tapi apakah hanya sekedar
berkumpul? Tentu saja tidak!
Disini saya akan berbagi cerita
tentang pengalaman ketika berproses mendampingi anak-anak Kelompok Bermain di
Sanggar Anak Alam. Seperti biasa sesudah anak-anak berkumpul semua, doa pagi
mengawali kegiatan kami, ucapaan terima kasih pada Tuhan dan berharap tidak akan
terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Saat berdoa tentu saja tidak sama dengan
orang dewasa, suasana masih diwarnai suara riuh anak-anak yang masih bergurau,
bercerita, atau hanya diam mengamati teman lainnya, meskipun ada pula yang
benar-benar serius untuk berdoa. Tapi keadaan ini tidak menjadi masalah besar
di sekolah ini. Di kelas KB kurang lebih ada 15 – 20 anak setiap harinya.
Masing-masing mempunyai karakter dan
keunikan yang berbeda, sehingga dibutuhkan pendampingan dan pendekatan yang
berbeda pula. Di sekolah ini peran fasilitator memang benar-benar memfasilitasi
apa yang menjadi keinginan mereka dalam berkreasi. Karena diusia ini anak-anak
sangat suka berimajinasi, maka sebagai fasilitator kami juga harus masuk
keruang imajinasi mereka, misalnya berperan menjadi binatang, robot, ataupun
yang semua itu mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Tidak hanya
itu, semua yang ada di sini menjadi media belajar bagi mereka. Misalnya meja,
kadang meja ini jadi panggung untuk menyanyi atau menari, kadang jadi kereta,
kapal, tempat tidur, meja makan, atau diseting untuk kegiatan motorik kasarnya
menjadi arena rintangan. Kemudian ada juga yang bereksplorasi dengan air,
pasir, balok dan sebagainya.
Ada peristiwa menarik ketika anak
menemukan sebuah toples bekas di depan sekolah. Hari itu matahari terik sekali,
sehingga cuaca dan udaranya cukup panas. Tap tidak menghalangi anak-anak untuk
bermain di luar dan berpetualan. Salah satunya Milo, anak ini memang senang
melakukan dan mencari hal-hal yang baru. Suatu ketika Milo menemukan sebuah
toples yang tidak terpakai di depan sekolah, ia langsung berteriak “O... aku
dapat ini”, toples itu akhirnya untuk
bermain air, ia masukkan ke sungai sampai penuh terisi air, kemudian ait itu
disiramkan ke pinggiran sungai yang sudah disemen. Hal ini dilakukan
berulang-ulang sampai sepanjang pinggiran sungai itu menjadi basah semua. Saya
hanya mengamati terus apa yang dilakukan Milo. Sampai akhirnya saya bilang
“Milo kalau seperti itu nanti jalannya licin, sehingga bisa membahayakan yang
lewat”, Milo tidak mempedulikan ucapan saya tadi, ia terus saja menyirami jalan
itu dengan toplesnya. Ketika toples itu
mau diminta Milo menjawab seperti ini “O... sekarang jalannya tidak panas
lagi”, saya terkejut mendengar komentarnya. Ternyata setelah ia menyiram dengan
air terus menerus Milo merasakan perbedaan jalan yang panas berubah menjadi
dingin, karena ia memang tidak memakai alas kaki.
Dari cerita tadi kita bisa bilang
“inilah belajar yang sesungguhnya” bahwa Mendengar, saya lupa, Melihat, saya
ingat, Melakukan, saya paham, Menemukan sendiri, saya kuasai.
Anik Kurnia
Fasilitator Kelompok Bermain Sanggar Anak Alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar